Dikukuhkan sebagai Guru Besar, Prof Hadi Subhan Bahas Hukum Kepailitan di Indonesia

    Dikukuhkan sebagai Guru Besar, Prof Hadi Subhan Bahas Hukum Kepailitan di Indonesia
    Foto: Agus Irwanto

    SURABAYA - Munculnya deregulasi pada bidang hukum kepailitan yang ditandai dengan keluarnya Perpu Nomor 1 Tahun 1998 memicu perkembangan hukum kepailitan di Indonesia pada 25 tahun terakhir. Deregulasi tersebut terbukti efektif serta menjadi salah satu instrumen hukum yang mampu mengembalikan piutang kreditor kepada debitor.

    Hal tersebut disampaikan oleh Prof Dr M Hadi Shubhan SH MH CN saat prosesi sidang pengukuhannya sebagai guru besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (UNAIR) pada bidang Ilmu Hukum Kepailitan. Pada pengukuhannya, ia menyampaikan orasi ilmiah berjudul Karakteristik Hukum Kepailitan Indonesia dan Perkembangannya sebagai Instrumen Hukum Recovery Pembayaran Utang. Pengukuhan tersebut dilaksanakan di Aula Garuda Mukti, Rabu (10/8/2022).

    “Selama kurun hampir 50 tahun sejak kemerdekaan, hanya terdapat 175 putusan kepailitan. Sementara saat ini, dalam satu tahun di tahun 2021, lebih dari 732 kasus PKPU dan kepailitan, ” ungkap Prof Hadi yang juga menjabat sebagai Direktur Kemahasiswaan UNAIR.

    Menurutnya, beberapa karakteristik yang menjadi ciri khas hukum kepailitan di Indonesia menjadi faktor keefektifan aturan atau Undang-Undang (UU) kepailitan. Di antaranya, tidak disyaratkannya insolvency test dalam pengajuan permohonan pailit terhadap debitor pada hukum kepailitan di Indonesia, lalu pembentukan pengadilan niaga yang dimaksudkan khusus untuk menangani kepailitan.

    “Pengadilan niaga ini memiliki kekhususan yakni hanya mengadili kepailitan dan PKPU, ditangani oleh hakim-hakim yang khusus memiliki keahlian dibidang kepailitan, serta diharuskannya pemohon kepailitan atau PKPU itu seorang advokat, ” tambah Guru Besar aktif FH UNAIR Ke-18 tersebut.

    Selain itu, pembukaan profesi kurator partikelir atau swasta serta adanya instrumen hukum penyeimbang dari pailit, yaitu instrumen hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), juga menjadi beberapa faktor keefektifan tersebut.

    Prof Hadi mengatakan, PKPU memang disediakan untuk memfasilitasi kepentingan debitor agar dapat terhindar dari kepailitan. Hal tersebut dikarenakan PKPU dapat diajukan oleh debitor ketika ia memperkirakan tidak mampu membayar utangnya ketika kelak sudah jatuh tempo. Pada dasarnya, pengajuan tersebut dimaksudkan untuk merestrukturisasi seluruh utang debitor

    “Selain Garuda Indonesia, beberapa perusahaan raksasa yang berhasil melakukan restrukturisasi semua utangnya melalui PKPU sehingga lolos dari kebangkrutan dan kepailitan adalah Grup Duniatex, Grup Sritex, dan Meikarta, ” ungkapnya.

    Pada dasarnya, fungsi hukum kepailitan di Indonesia juga mengalami perkembangan. Di antaranya, sebagai alat untuk menyelesaikan atas kebangkrutan dari debitor, sebagai alat untuk menagih utang oleh kreditor kepada debitornya, sebagai alat untuk mempercepat perusahaan yang  sedang dalam likuidasi yang menuju pada pembubaran, serta sebagai alat untuk mempercepat eksekusi suatu putusan pengadilan atau lembaga arbitrase. (*)

    Penulis : Afrizal Naufal Ghani

    Editor : Binti Q. Masruroh

    surabaya
    Achmad Sarjono

    Achmad Sarjono

    Artikel Sebelumnya

    FISIP dan Psikologi Universitas 17 Agustus...

    Artikel Berikutnya

    Produk Imbuhan Pakan Unggas “UB Feed” Dilirik...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Heboh Gelar Doktor Honoris Causa dari Perguruan Tinggi Ilegal, Hendri Kampai: Prestise atau Prestasi Palsu?
    Mengenal Peran dan Keahlian Insinyur Teknik Mesin dalam Era Industri Modern
    Peran dan Tantangan Insinyur Teknik Sipil dalam Pembangunan Berkelanjutan
    Dokter Spesialis Bedah, Pilar Utama dalam Dunia Medis Modern
    Neurolog, Dokter Ahli di Balik Kompleksitas Sistem Saraf

    Ikuti Kami