Pakar Spesialis Saraf UNAIR Jelaskan Aktivitas Otak Jelang Kematian 

    Pakar Spesialis Saraf UNAIR Jelaskan Aktivitas Otak Jelang Kematian 

    SURABAYA - Sebuah penelitian dari University of Tartu Estonia oleh Dr Raul Vicente dan tim merekam aktivitas otak manusia sesaat menjelang kematian untuk pertama kalinya. Ia menggunakan alat continuous electroencephalography (EEG) pada pasien berusia 87 tahun yang menderita epilepsi.

    Menanggapi penemuan tersebut, Dr Kurnia Kusumastuti, Sp.S(K) yang merupakan spesialis neurologi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (UNAIR) menjelaskan, menjelang kematian seseorang akan melewati step-step penurunan kesadaran, sehingga saat sudah tidak sadar, pasien tidak akan bisa mengingat memori selama hidupnya yang baik atau buruk.

    Menurutnya, penemuan tersebut dilakukan pada seorang pasien yang mati mendadak, dimana kesadarannya menurun secara drastis.

    “Saat direkam menggunakan EEG, pasien yang menderita epilepsi terkena serangan jantung dan tidak ada darah yang mengalir ke otak. Sehingga tidak ada step-step jelang kematiannya, ” lanjutnya.

    EEG adalah alat pendeteksi aktivitas gelombang listrik pada otak melalui graph atau gambar. “Jadi dengan EEG kita bisa melihat fungsi otak yang ditinjau dari kelistrikannya, terdapat pola gelombang listrik normal. Jadi jika ada penyimpangan gelombang, tandanya ada gangguan pada fungsi otak, ” tutur Dr Kurnia.

    Jelang kematian, sambungnya, gelombang frekuensi listrik pada otak akan melambat. Normalnya, gelombang otak sebanyak 9-10 gelombang per detik, sedangkan pada orang yang kesadarannya menurun menjelang kematian hanya 2-3 gelombang dalam 1 detik.

    Aktivitas listrik pada otak normal diukur dalam satuan microvolt, yaitu 70-100 microvolt. Namun jelang kematian amplitudo otak semakin rendah yaitu kurang dari 2 microvolt.

    “Hasil pengamatan EEG otak manusia yang normal dengan yang terkena penyakit epilepsi menunjukkan pola gelombang yang sama, yaitu lebih dari 2 microvolt dan kurang dari 10 microvolt. Namun terlihat perbedaan pola gelombang pada 1-2 jam menjelang kematian, ” jelas Dr Kurnia.

    Hal tersebut dapat dilihat dari gambaran gelombang yang lambat, amplitudo yang terus menerus rendah, dan aktivitas ritmis yang berulang-ulang dalam periode waktu yang sama pada pengidap epilepsi, sedangkan pada otak orang sehat akan meninggal dengan tidak adanya aktivitas ritmis, dan amplitudonya yang berangsur angsur rendah.

    Selain menggunakan alat EEG, aktivitas otak manusia menjelang kematian juga dapat diketahui melalui pola napas dan ukuran pupil mata.

    “Pola napas dikendalikan oleh otak, pola tersebut dapat diketahui jelang kematian jika terjadi apnea, yaitu napas yang berhenti, ” jelas Dr Kurnia. Pola pupil mata dalam keadaan normal akan membesar saat diberi sinar, kemudian mengecil. Apabila pupil tidak mengecil artinya fungsi saraf otaknya sudah terganggu. (*)

    SURABAYA
    Achmad Sarjono

    Achmad Sarjono

    Artikel Sebelumnya

    Gastrodiplomasi di MotoGP, Dosen UNAIR:...

    Artikel Berikutnya

    UB dan IsDB Serunai Malaysia Bahas Platform...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Hendri Kampai: Utopia Indonesia, Irigasi Bagus dan Petani Bisa Panen Tiga Kali Dalam Setahun
    Hendri Kampai: Utopia Indonesia, Visi Indonesia Emas Namun Uang Kuliah Semakin Tak Terjangkau
    Ikatan Mahasiswa Kangean Surabaya (IMKS) Sukses Gelar Kongres Ke-VIII dan Pemilihan Ketua Umum Baru
    Hendri Kampai: Pemimpin Sejati Meninggalkan 'Legacy', Bukan Janji, Apalagi Hutang
    Pertama di Indonesia, Terbentuk UKM Forum Komunitas Masyarakat Sadar Arsip di Universitas Hang Tuah

    Ikuti Kami